Mahasiswa Lamongan – Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur (BBP Jatim) kembali menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong ekosistem literasi yang berkelanjutan. Melalui kegiatan bertajuk Pendampingan dan Studi Banding Komunitas Literasi, BBP Jatim menggandeng komunitas literasi di Lamongan.
Kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari di Rumah Baca Cinta Cita, Kabupaten Lamongan. Sebanyak 12 peserta yang mewakili delapan komunitas literasi aktif di wilayah Lamongan hadir dalam kegiatan ini.
Forum literasi ini menjadi sarana strategis untuk memperluas wawasan, memperkuat jejaring, serta merancang arah baru bagi gerakan literasi berbasis masyarakat.
Kegiatan resmi dibuka oleh Amin Mulyanto, selaku Koordinator Tim Kerja Literasi BBP Jatim. Dalam sambutannya, Amin menekankan pentingnya sinergi antarkomunitas serta kolaborasi lintas sektor guna menumbuhkan semangat literasi di tengah masyarakat.
Ia menyebut kegiatan ini bukan sekadar ruang belajar, melainkan juga ruang tumbuh bersama untuk menanam praktik baik dan menjaga keberlangsungan gerakan literasi.
Pada hari pertama, Ketua TBM Bintang Brilliant, Munasyarotul Fadilati, memimpin sesi tentang penyusunan program komunitas literasi. Ia menegaskan bahwa program yang berdampak harus lahir dari dialog langsung dengan masyarakat.
“Jangan buat program untuk komunitas, tetapi bersama komunitas,” tegasnya.
Dalam sesi tersebut, para peserta diajak merancang kerangka program berdasarkan isu lokal, potensi yang dimiliki, serta jejaring yang tersedia. Pendekatan ini menjadi bentuk adaptasi lokal terhadap gerakan literasi berskala nasional.
Fadilati juga berbagi praktik baik yang telah diterapkan oleh TBM Bintang Brilliant, termasuk integrasi literasi dengan pelatihan kewirausahaan, pelestarian budaya lokal, hingga pendidikan nonformal bagi anak-anak dan remaja.
Hari kedua diisi oleh M. Saunan Al Faruq, Ketua Rumah Baca Cinta Cita, yang menyampaikan materi mengenai manajemen dan pengelolaan komunitas literasi. Ia menekankan bahwa mengelola komunitas literasi bukan hanya tentang menyediakan buku atau ruang baca.
“Pengelolaan komunitas literasi tidak hanya soal buku dan ruang baca, tetapi juga soal mimpi dan keberlanjutan gerakan. Komunitas harus punya arah, struktur, dan semangat yang terus menyala,” ujarnya.
Dalam diskusinya, Faruq menggarisbawahi pentingnya arah gerakan, struktur organisasi yang jelas, penguatan sumber daya manusia, serta keterlibatan pemangku kepentingan. Forum juga membahas tantangan lapangan, seperti keterbatasan sumber daya, serta pentingnya inovasi untuk menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat.
Selama dua hari, kegiatan ini menghasilkan berbagai gagasan segar, termasuk rencana kolaborasi antar-TBM, pemanfaatan media sosial sebagai alat promosi, serta penyusunan program literasi berbasis kearifan lokal dan menyasar kelompok rentan.
Kegiatan ditutup dengan penyusunan rencana tindak lanjut, salah satunya berupa proposal kolaboratif antar komunitas sebagai bentuk nyata dari proses pendampingan. Forum ini menunjukkan bahwa literasi merupakan gerakan sosial yang membutuhkan strategi matang, kerja sama, serta keberlanjutan.
BBP Jatim berharap kegiatan ini dapat melahirkan jaringan komunitas literasi yang tangguh, mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, berpijak pada kekuatan lokal, dan terus tumbuh bersama masyarakat.











