Mahasiswa Lamongan – Sebanyak 22 siswa MAN 1 Lamongan menghadapi kekecewaan mendalam setelah dinyatakan tidak eligible untuk mengikuti Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP). Hal tersebut terjadi karena kesalahan teknis pada sistem e-Rapor.
Insiden ini menjadi sorotan publik setelah beredar video viral yang memperlihatkan seorang guru perempuan, diduga Wakil Kepala Kurikulum, menggebrak meja dengan nada tinggi di hadapan siswa yang menangis.
Permasalahan ini bermula sejak rangkaian pendaftaran SNBP dimulai pada 28 Desember 2024 lalu. Sebelumnya, MAN 1 Lamongan mendapatkan tambahan kuota SNBP sebesar 5%, dari 40% menjadi 45%, berkat penerapan sistem e-Rapor.
Namun, sistem tersebut justru menjadi sumber masalah, menyebabkan data 22 siswa tidak terbaca dan mereka gagal memenuhi syarat pendaftaran SNBP. Salah satu siswa yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya.
“Hari ini, 31 Januari 2025, pukul 09.40, diumumkan bahwa seluruh anak kelas 10E dan siswa pindahan tidak bisa mengikuti SNBP karena masalah server,” jelasnya.
Masalah ini berakar dari kebijakan internal sekolah pada tahun ajaran 2022/2023, ketika MAN 1 Lamongan melakukan perombakan kelas untuk membentuk kelas SKS. Akibatnya, siswa-siswa dari kelas 10E—yang awalnya merupakan kelas khusus Olimpiade dan Riset—dipindahkan ke kelas lain tanpa penjelasan yang memadai.
“Kami sudah berusaha menyampaikan ketidaksetujuan, tetapi Waka dan jajarannya tutup mata dan telinga,” tambah siswa tersebut.
Kekecewaan siswa memuncak setelah video berdurasi singkat yang memperlihatkan insiden emosional seorang guru menggebrak meja saat menjelaskan permasalahan ini menjadi viral.
Dalam video tersebut terdengar jelas isak tangis siswa yang kecewa karena tidak dapat mendaftar SNBP, meskipun mereka memiliki prestasi akademik dan non-akademik yang membanggakan.
Menanggapi polemik ini, Kepala MAN 1 Lamongan, Nur Endah Mahmudah, memberikan klarifikasi dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (04/02/2025). Endah menyatakan bahwa insiden tersebut menjadi bahan evaluasi bagi pihak sekolah untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan.
“Kejadian ini akan menjadi bahan evaluasi bagi kami, agar bisa lebih baik dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas,” ujarnya.
Endah menjelaskan bahwa masalah ini terjadi karena adanya gangguan teknis pada sistem e-Rapor, sehingga nilai 22 siswa tidak terbaca dalam sistem dan mereka tidak terdaftar sebagai siswa eligible untuk SNBP.
Namun, ia menegaskan bahwa siswa masih memiliki banyak alternatif untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur lain.
“Kami memahami kekecewaan para siswa, tetapi ini bukan akhir dari segalanya. Masih ada banyak peluang lain yang bisa mereka tempuh, seperti jalur SPAN PTKIN atau jalur mandiri,” jelas Endah.
Terkait solusi bagi siswa yang terdampak, pihak sekolah sedang menunggu kepastian teknis terkait kemungkinan pendaftaran ulang melalui jalur manual.
“Jika memungkinkan, pihak sekolah akan memastikan data diisi ulang dengan benar melalui jalur manual,” tambahnya.
Meski kuota jalur manual hanya mencakup 40%, lebih kecil dibandingkan dengan jalur e-Rapor yang mencapai 45%, hal ini tetap memberi harapan baru bagi siswa yang sebelumnya tidak terdaftar. Endah juga menegaskan bahwa status eligible tidak menjamin siswa akan diterima di PTN, tetapi hanya memberikan hak untuk mendaftar.
Dalam upaya menjaga komunikasi yang baik, pihak sekolah telah mengadakan pertemuan dengan perwakilan wali murid pada Senin (03/02/2025), dan memberikan penjelasan menyeluruh kepada seluruh orang tua siswa yang terdampak.
“Alhamdulillah, kami sudah mencapai kesepahaman. Semua pihak, baik siswa, wali murid, maupun sekolah, berkomitmen untuk saling memperbaiki dan mengevaluasi demi kebaikan bersama,” tutup Endah.
Meski klarifikasi telah diberikan, banyak siswa dan orang tua masih merasa kecewa karena tidak ada permintaan maaf secara langsung dari pihak yang bertanggung jawab atas insiden ini.
“Kami kecewa karena sekolah tidak merasa bersalah. Kami berjuang membawa nama baik MAN 1 Lamongan ke tingkat nasional dan internasional, tetapi ini balasan yang kami terima?” ungkap salah satu siswa dengan nada emosional.
Pihak sekolah berharap klarifikasi ini dapat meredakan kekecewaan para siswa dan orang tua serta menjadi pelajaran berharga untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Masyarakat diimbau untuk melihat permasalahan ini secara objektif dan memberi kesempatan bagi semua pihak untuk memperbaiki diri.











