News

DPRD Lamongan Kritisi Kebijakan BPJS Kesehatan yang Dinilai Merugikan

×

DPRD Lamongan Kritisi Kebijakan BPJS Kesehatan yang Dinilai Merugikan

Sebarkan artikel ini
DPRD Lamongan Kritisi Kebijakan BPJS Kesehatan yang Dinilai Merugikan
Logo BPJS Kesehatan RI (Dok. BPJS Kesehatan).

Mahasiswa Lamongan – Komisi D DPRD Kabupaten Lamongan menyoroti kebijakan kontroversial BPJS Kesehatan yang membatasi rujukan 144 jenis penyakit ke rumah sakit tipe B.

Dalam kunjungan kerja (kunker) ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Komisi D DPRD Kabupaten Lamongan menemukan indikasi ketidakseimbangan aturan, yang dinilai merugikan pasien dan fasilitas kesehatan di daerah.

Anggota Komisi D DPRD Lamongan dari Fraksi PDI Perjuangan, Erna Sujarwati, menuding Kemenkes RI dan BPJS Kesehatan seolah saling menutupi kelemahan masing-masing dalam kebijakan ini.

“Kemenkes RI terkesan takut menegur BPJS Kesehatan. Jangan-jangan ada sesuatu di balik ini?” ujar Erna, Sabtu (08/02/2025).

Menurutnya, kebijakan yang mewajibkan penanganan 144 jenis penyakit di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), seperti puskesmas dan poliklinik, tidak mempertimbangkan kesiapan fasilitas dan tenaga medis di lapangan.

“Banyak FKTP yang kekurangan dokter, memiliki alat medis terbatas, serta tidak mampu menangani pasien secara optimal. Bagaimana nasib masyarakat kecil yang butuh layanan cepat dan tepat?” tegasnya.

Tidak hanya itu, dalam pertemuan tersebut juga terungkap bahwa dua pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk sektor kesehatan di Lamongan diduga dicoret akibat pemangkasan anggaran oleh pemerintah pusat.

“Ini sangat aneh. Sementara, BPJS Kesehatan menekan rumah sakit, Kemenkes justru tidak berani bersikap tegas dan malah memangkas anggaran yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan layanan kesehatan,” tambah Erna.

Sebagai langkah konkret, Komisi D DPRD Lamongan berencana mengumpulkan data terkait tunggakan pembayaran BPJS Kesehatan terhadap rumah sakit, puskesmas, dan klinik di wilayah mereka.

“Kami sudah meminta data dari Bupati Lamongan. Selanjutnya, aturan BPJS ini akan kami telaah lebih dalam. Jangan sampai regulasi ini justru merugikan pasien dan tenaga kesehatan di daerah,” tegasnya.

Komisi D DPRD Lamongan juga akan melakukan kunjungan kerja ke BPJS Kesehatan Pusat untuk menginvestigasi lebih lanjut kebijakan ini.

“Kami akan memverifikasi aturan ini. Jangan sampai ada kebijakan yang membingungkan masyarakat. Yang sebenarnya berwenang siapa? BPJS atau Kemenkes? Jangan sampai pasien menjadi korban dari aturan yang tidak jelas,” kata Erna.

Kritik ini mencerminkan keresahan yang lebih luas, tidak hanya di Lamongan, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia. Jika kebijakan BPJS Kesehatan ini tidak dievaluasi, masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan bisa menjadi pihak yang paling dirugikan.

Komisi D DPRD Lamongan menegaskan bahwa negara harus berpihak kepada rakyat, bukan pada sistem yang justru menyulitkan pasien.

“Jangan sampai aturan ini hanya sekadar janji tanpa realisasi nyata. Jika Kemenkes adalah tangan kanan Presiden, seharusnya mereka berpihak kepada rakyat, bukan tunduk pada BPJS Kesehatan,” pungkas Erna.